“Sya, aku dijodohkan dengan seseorang!”
Syafa kaget mendengar pernyataan Elisa, dia menatap bola mata Elisa yang berlinang.
“Kamu serius Sa?” tanya Syafa, tak percaya.
“Iya aku serius Sya, tapi kamu harus rahasiakan ini ya!” Elisa menaruh telunjuknya ke bibirnya, membuat Syafa ingin tahu cerita yang sebenarnya.
Elisa akhirnya menceritakan awal kejadian bagaimana dia bisa menerima perjodohan tersebut, yang ternyata orangtua Elisa telah menjodohkannya dengan anak teman Ibunya yang mana laki-laki itu bekerja sangat jauh, yaitu di Riau. Awalnya Elisa ragu untuk menerimanya, namun setelah di kenalkan dengan laki-laki yang di jodohkan kedua orangtuanya membuatnya mulai nyaman, sehingga dia merasa yakin bahwa itu pilihan yang terbaik untuk dirinya, Rifqi nama laki-laki tersebut, Elisa mengenal Rifqi sosok laki-laki yang baik dan asik, dia memang belum mencintai Rifqi namun, dia yakin rasa itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu.
“Terus bagaimana hubungan kamu dengan Rizal, Sa?” tanya Syafa, setahu dia Elisa sedang menjalin hubungan dengan Rizal selama ini.
“Sya, kamu jaga rahasia ini ya, sampai aku memutuskan Rizal, aku mohon ya Sya,” ucap Elisa lirih, dia berharap sahabatnya ini dapat menjaga rahasianya.
“Insya Allah Sa, rahasiamu akan aman bersamaku.” Syafa tersenyum kepada Elisa, sambal menggenggam tangannya.
Elisa percaya bahwa Syafa dapat di percaya, dia tidak ingin menyembunyikan rahasia ini dari Syafa yang sudah menjadi teman ceritanya selama ini.
“Sya, bulan depan aku lamaran,” kata Elisa membuat Syafa kaget untuk yang kedua kalinya, dia tidak percaya bahwa secepat ini Elisa akan menemukan jodohnya.
“Aku akan mendoakan yang terbaik untukmu, Sa.” Syafa memeluk Elisa, ada rasa sedih yang dia rasakan saat mendengar kabar yang baik ini.
Air mata Syafa menetes tanpa dia suruh, sungguh dia masih tak percaya bahwa Elisa akan secepat ini akan diikat oleh seorang laki-laki yang baru dia kenal bahkan belum melihat wajahnya.
“Sa, dia hadir diacara wisuda kita nanti?” tanya Syafa.
“Tidak Sya, dia masih belum bisa pulang, 2 minggu sebelum acara lamaran dia baru akan pulang, Sya.”
Mendengar ucapan Elisa sepertinya dia sudah yakin bahwa Rifqi adalah jodohnya yang telah Tuhan pilih untuknya.
“Semoga dia bisa menjadi laki-laki yang amanah dan selalu sayang denganmu.” Syafa melantunkan doa untuk Elisa.
“Aamiin, makasih ya doanya Sya,” sahut Elisa sambal tersenyum.
Hari pun berjalan dengan sangat cepat tak terasa hari wisuda atau hari kelulusan Syafa dan Elisa pun tiba, raut kesedihan dan air mata yang mengalir deras di pipi semua para wisudawan dan wisudawati, tak kuasa untuk ditahan, inilah hari yang paling menyedihkan, yang mana mereka akan berpisah dengan teman-teman kelasnya, tak ada canda gurau yang biasa dilakukannya.
Setelah hari kelulusan, Elisa pun mengadakan acara lamaran, bagi sebagian orang Elisa memang masih sangat muda untuk menikah diusianya yang masih 18 tahun, namun bagaimana jika jodohnya sudah ada? Apakah dia harus menolaknya? Hari demi hari Elisa mendapat cobaan yang datang dari mulut tetangganya dan mantan kekasihnya, Rizal masih tidak terima jika Elisa memutuskannya dan memilih untuk menikah dengan laki-laki lain, cinta itu buta! Rizal masih belum ikhlas jika Elisa bukan jodohnya, berbagai cara Rizal lakukan untuk membuat Elisa manjauh dari Rifqi, hal itu membuat Rifqi merasa kurang nyaman sehingga dia berniat untuk bertemu dengan Rizal.
“Kamu harus terima jika Elisa bukan jodoh kamu!” ujar Rifqi dengan santai, Elisa sampai bingung harus bagaimana.
“Gue gak terima lo ngambil Elisa dari gue.” Rizal tak mau kalah dengan Rifqi, dia sampai lupa bahwa usianya dengan Rifqi sangat beda jauh, untuk berkata kasar seperti itu.
“Gue gak takut, lo mau lebih tua dari gue, ini masalah nama baik dan hak gue,” ucapnya sarkatis, wajahnya merah, nafasnya tidak teratur.
Rifqi mengerti keadaan Rizal, dia lebih tenang menghadapi Rizal yang lebih muda darinya. Elisa pun berpengan tangan dengan Rifqi, dia berusaha menghentikan perdebatan ini.
“Dengerin saya baik-baik ya, Elisa itu bukan jodoh kamu, dia ditakdirkan untuk saya bukan kamu!” Rifqi masih mengingatkan Rizal akan takdir Tuhan.
Rizal pun dengan gusar pergi dengan motornya, lagi-lagi dia harus menerima kenyataan bahwa Elisa bukanlah jodohnya, perjalanan kisah asmaranya dengan Elisa sangat indah sehingga sulit untuk dia melupakannya begitu saja, melihat Elisa yang terus menerus berpegangan tangan dengan cowok sialan itu, membuat dia kesal. Haruskah dia mengikhlaskan Elisa untuk orang lain?